Komisi A DPRD Bojonegoro Gelar Hearing Panas, Sengketa Tanah Kas Desa Belun Disorot Tajam

imamjoss22
Img 20251003 wa0313

BOJONEGORO – Komisi A DPRD Kabupaten Bojonegoro menggelar rapat hearing bersama Pemerintah Desa Belun, Kecamatan Temayang, Jumat (3/10/2025). Suasana rapat berjalan panas lantaran agenda membahas sengketa Tanah Kas Desa (TKD) kelas A Belun yang diduga telah berubah status menjadi sertifikat hak milik atas nama perseorangan dan kini dikuasai secara pribadi.

Dalam forum tersebut, Kepala Desa Belun, Bambang Sujoko, memaparkan bahwa sejak 1970-an lahan TKD seluas sekitar 2.500 meter persegi merupakan tanah kas desa yang secara aturan tidak boleh dipindahtangankan, apalagi dimiliki individu.

“Tanah desa tidak boleh berkurang dan tidak boleh dimiliki pribadi. Kalau pun ada tukar guling harus sesuai aturan dan untuk kepentingan umum, bukan kepentingan keluarga,” tegas Bambang.

Ironisnya, lahan tersebut kini berstatus Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama kerabat mantan kepala desa sejak 2014. Sejak saat itu, desa juga tidak pernah menerima kontribusi sewa maupun kompensasi dari tanah tersebut. Bambang menilai hal ini janggal karena tidak ada catatan resmi proses jual beli atau tukar guling, bahkan perangkat desa lama tidak mengetahui adanya perubahan status.

Permasalahan tanah kas desa ini ternyata sudah berlangsung lama. Sejak 1970-an, TKD tersebut dikuasai kelompok tertentu tanpa dasar hukum jelas. Situasi makin memanas pada 2002 hingga sempat memicu kericuhan berupa aksi pembakaran dan penganiayaan. Belakangan, warga baru mengetahui lahan tersebut diam-diam telah terbit sertifikat pribadi, yang memunculkan dugaan manipulasi dokumen.

Pemaparan Kades Bambang mendapat tanggapan keras dari anggota DPRD. Anggota Komisi A, Erik Maulana Heri Kiswanto, menegaskan perlunya dokumen resmi yang menjelaskan perubahan status tanah tersebut.

“Kalau dokumennya tidak ada, berarti prosesnya cacat hukum. Jangan sampai tanah kas desa hilang begitu saja,” tegas Erik.

Sementara itu, anggota Komisi A lainnya, Sudjono, menyoroti dugaan tukar guling fiktif. “Kalau memang ada tukar guling, harus jelas lokasinya di mana, kapan dilakukan, dan apa dasar hukumnya. Kalau tidak ada, ya artinya ilegal,” ujarnya.

Ketua Komisi A DPRD Bojonegoro, Lasmiran, menegaskan bahwa kasus Desa Belun hanyalah satu contoh dari persoalan hilangnya tanah kas desa di berbagai wilayah Bojonegoro.

“Undang-undang jelas mengatur bahwa tanah kas desa tidak boleh dialihkan untuk kepentingan pribadi. Kami akan meluruskan kasus ini agar aset desa tidak semakin berkurang,” tandasnya.

Sebagai tindak lanjut, Komisi A DPRD Bojonegoro akan memanggil pihak-pihak terkait, termasuk Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Dinas Pendidikan, untuk memastikan keabsahan sertifikat tersebut.

“Kalau memang ada manipulasi dokumen, ini bisa masuk ranah hukum. DPRD tidak ingin masyarakat dirugikan,” tegas Lasmiran.

Warga Desa Belun pun berharap DPRD mampu menuntaskan persoalan ini secara adil. Mereka mendesak agar tanah kas desa dikembalikan menjadi aset desa sesuai aturan, sehingga bisa dimanfaatkan untuk kepentingan bersama, bukan segelintir orang.(Hadi)