BOJONEGORO – Kasus dugaan keracunan massal kembali mencuat di dunia pendidikan Kabupaten Bojonegoro. Kali ini menimpa puluhan siswa SMAN 1 Kedungadem yang mengalami gejala mual hingga diare usai menyantap hidangan nasi kuning dari Program Makan Bergizi Gratis (MBG) pada Rabu (1/10/2025).
Camat Kedungadem, Bayudono Margajelita, membenarkan insiden tersebut. Ia menyebutkan, hingga Kamis (2/10/2025) tercatat sedikitnya 90 siswa absen akibat sakit. Dari jumlah itu, 13 siswa menjalani perawatan medis, bahkan 8 orang di antaranya harus dirawat inap.
“Update terakhir, ada 90 siswa tidak masuk sekolah. Tiga belas menjalani perawatan, delapan di antaranya rawat inap. Penyebab pastinya masih menunggu hasil pemeriksaan tenaga kesehatan,” jelas Bayudono.
Menurutnya, para siswa umumnya mengalami mual, muntah, hingga diare beberapa jam setelah menyantap makanan. Tim kesehatan dari Puskesmas Kedungadem bersama tenaga medis desa sekitar kini melakukan pengecekan dan penanganan terhadap para korban, termasuk pemeriksaan sampel makanan.
“Efeknya tidak langsung, tapi muncul beberapa jam setelah makan. Dugaan sementara karena menu nasi kuning MBG,” tambahnya.
Kasus ini langsung menjadi perhatian DPRD Bojonegoro. Anggota dewan, Moch. Choirul Anam, menilai pelaksanaan program MBG masih lemah dari sisi pengawasan dan koordinasi.
“Program ini memang kebijakan pemerintah pusat, tapi mestinya tetap melibatkan pemerintah daerah. Kalau tidak ada koordinasi, lalu ketika muncul kasus seperti ini siapa yang bertanggung jawab?” tegas Anam.
Ia menekankan perlunya evaluasi serius terhadap pelaksanaan MBG di Bojonegoro. Menurutnya, program yang sejatinya bertujuan meningkatkan gizi pelajar justru bisa menimbulkan masalah kesehatan jika tidak dikelola dengan baik.
Hingga berita ini diturunkan, korban dengan gejala diare masih berdatangan ke Puskesmas Kedungadem. Petugas medis pun terus memberikan penanganan intensif, sementara pihak sekolah bersama keluarga korban menunggu hasil laboratorium terkait penyebab pasti keracunan.
Program MBG yang digadang-gadang sebagai langkah perbaikan gizi anak sekolah kini kembali menuai kritik. Alih-alih membawa manfaat, muncul pertanyaan besar mengenai kualitas, keamanan, dan tanggung jawab dalam pelaksanaannya.(aj/Kun)