BOJONEGORO – Polemik seputar pengadaan mobil dinas (mobdin) bagi pimpinan DPRD Kabupaten Bojonegoro kembali mencuat setelah munculnya informasi terkait alokasi anggaran sebesar lebih dari Rp2,6 miliar. Namun, pihak Sekretariat DPRD dan pimpinan legislatif menegaskan bahwa pengadaan ini merupakan langkah strategis dalam mendukung efisiensi dan kinerja pemerintahan, bukan bentuk pemborosan atau kemewahan.
Mobil dinas tersebut merupakan bagian dari program pengadaan kendaraan dinas Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro tahun 2025 yang dialokasikan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dengan total nilai mencapai Rp7,09 miliar.
Wakil Ketua DPRD Bojonegoro, Sahudi, mengungkapkan bahwa kendaraan dinas yang digunakan saat ini sudah berusia lebih dari lima tahun (keluaran 2018) dan mengalami berbagai kerusakan serius. Beberapa unit bahkan mengeluarkan asap berlebihan dan tidak dapat melaju dengan kecepatan normal.
“Kondisi mobil yang kami gunakan saat ini sangat memprihatinkan. Selain berisiko, juga menghambat mobilitas kami, terutama saat menghadiri rapat di Jakarta atau kunjungan kerja luar daerah,” jelas Sahudi, Rabu (23/7/2025).
Ia juga menambahkan bahwa dibandingkan dengan sejumlah daerah tetangga seperti Tuban, Lamongan, dan Gresik yang telah lebih dulu memperbarui armada mobil dinas mereka, Bojonegoro termasuk yang masih menggunakan kendaraan lama.
Menurut Sekretariat DPRD Bojonegoro, pengadaan ini telah melalui proses perencanaan matang dan sesuai ketentuan, mulai dari kajian teknis, penganggaran dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), pembahasan bersama DPRD, hingga pelaksanaan yang merujuk pada Peraturan Presiden (Perpres) No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
“Kami tegaskan, ini bukan soal kemewahan. Kendaraan dinas adalah alat kerja yang dibutuhkan untuk mendukung kelancaran tugas dan mobilitas anggota DPRD,” ujar salah satu pejabat di Sekretariat DPRD.
Adapun jenis kendaraan yang dipilih adalah Toyota Innova Zenix, dengan kapasitas 2.200 cc untuk wakil ketua dan 2.500 cc untuk ketua DPRD. Pemilihan ini disebutkan telah disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku, tanpa ada unsur pemborosan.
“Kalau mau mewah, bisa saja kami memilih kendaraan di atas itu. Tapi kami memilih yang fungsional, efisien, dan sesuai regulasi,” tegas Sahudi.
Selain meningkatkan efisiensi kinerja, pertimbangan utama lainnya adalah efisiensi biaya jangka panjang. Mobil dinas lama, menurut Sahudi, membutuhkan perawatan berkala dengan biaya tinggi dan berisiko mengalami kerusakan saat digunakan, yang pada akhirnya justru bisa mengganggu kelancaran tugas kedinasan.
“Kalau dihitung, biaya perawatan mobil lama bisa lebih besar dari pengadaan baru. Belum lagi jika mobil mogok saat hendak menghadiri rapat penting,” katanya.
Wacana penggunaan kendaraan pribadi juga sempat dipertimbangkan, namun dinilai tidak ideal karena sejumlah kendala teknis, termasuk pembatasan kendaraan dengan sistem ganjil-genap di Jakarta.
Pihak Sekretariat DPRD menyatakan bahwa mereka terbuka terhadap kritik dan masukan dari masyarakat. Namun, mereka berharap agar informasi yang beredar disampaikan secara utuh dan berimbang, agar tidak menimbulkan persepsi keliru.
“Pengadaan ini adalah bentuk investasi jangka panjang untuk menjamin kelancaran tugas kelembagaan. Prosesnya transparan, akuntabel, dan tidak mengganggu prioritas belanja daerah lainnya seperti pendidikan dan kesehatan,” tutup pernyataan Sekretariat DPRD.(Kun)