BOJONEGORO — Musim tembakau tahun ini kembali tiba di wilayah Kecamatan Kedungadem, Kabupaten Bojonegoro. Namun, banyak petani mengeluhkan kondisi cuaca yang tidak menentu. Meskipun sudah memasuki musim kemarau, hujan masih sering turun dan mengganggu proses penanaman maupun pertumbuhan tanaman tembakau.
Salah satu petani dari Desa Kedungadem, Mukhlisin, mengaku sudah tiga kali menanam tembakau sejak akhir Mei hingga Juli 2025. Ia mengatakan bahwa curah hujan yang tinggi di musim kemarau ini membuat banyak tanaman tembakaunya gagal tumbuh dengan baik.
“Saya sudah tiga kali tanam tembakau dalam tiga bulan ini. Hampir putus asa karena terus diguyur hujan. Tapi mau bagaimana lagi, ini satu-satunya yang bisa kami andalkan,” ujar Mukhlisin, Selasa 29 Juli 2025.
Ia berharap penanaman terakhirnya yang sudah berumur 21 hari ini bisa bertahan hingga masa panen. “Alhamdulillah, ini tanam yang terakhir. Mudah-mudahan cuaca ke depan lebih bersahabat, tidak hujan terus seperti bulan Mei dan Juni kemarin. Sekarang sudah satu kilan lebih. Kalau lancar, Bulan September mudah-mudahan sudah bisa mulai panen,” harapnya.
Sementara itu, Suwono, petani tembakau dari Desa Tumbrasanom, Kecamatan Kedungadem, mengaku sudah mulai menjual hasil rajangan tembakaunya. Ia bahkan telah melakukan penjualan untuk ketiga kalinya dengan harga jual sebesar Rp23 ribu per kilogram.
Suwono menanam tembakau sejak awal Mei, setelah gagal menanam bawang merah. “Awalnya saya tanam bawang merah, tapi gagal. Langsung saya ganti dengan tembakau. Beruntung lokasi sawah saya berada di dataran tinggi, jadi meskipun hujan, air tidak menggenang,” jelas Suwono.
Ia juga mengungkapkan bahwa sempat ada beberapa tanaman yang mati akibat cuaca ekstrem. Namun, dengan ketelatenan dan kerja keras, ia tetap menanami ulang lahan yang rusak. “Semua ini butuh kesabaran dan ketelatenan. Kalau tidak telaten, tidak akan berhasil melewati kondisi cuaca seperti ini,” ujarnya.
Meski cuaca tidak menentu menjadi tantangan besar bagi para petani tembakau tahun ini, semangat dan ketekunan mereka untuk terus bertahan menjadi gambaran nyata perjuangan petani di tengah ketidakpastian iklim. Mereka tetap menggantungkan harapan pada panen tembakau sebagai sumber penghidupan utama.(imm)